Teknologi Harus Menjadi Kompas Etis untuk Menavigasi Dunia yang Berubah Lebih Cepat

beritabernas.com – Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD mengatakan, teknologi harus melayani maslahah atau kebaikan yang lebih besar. Karena itu, kecerdasan, baik manusia maupun buatan, harus mengarah pada keadilan (‘adl) dan rahmat (rahmah). Mereka memberi kita kompas etis untuk menavigasi dunia yang berubah lebih cepat dari sebelumnya.

“Dari perspektif Islam, pengetahuan (‘ilm) selalu datang dengan tanggung jawab, dengan amanah. Jadi, eksplorasi kita tentang AI (Artificial Intelligence) tidak boleh berhenti pada kemampuan teknis. Kita harus bertanya tentang etika: aapatkah AI mengembalikan keseimbangan (mīzān) pada lingkungan kita? Dapatkah AI mengurangi kesenjangan daripada memperlebarinya? Dapatkah AI membantu kita membangun dunia yang tidak hanya lebih pintar, tetapi juga lebih adil dan lebih penuh kasih sayang?,” kata Rektor UII Fathul Wahid ketika membuka Konferensi Internasional Ulil Albab tentang Islam, Lingkungan dan Teknologi di Auditorium Kampus FIAI UII, Rabu 22 Oktober 2025.

Konferensi yang dilakukan secara hibryd (online dan offline) ini menghadirkan sejumlah narasumber yakni Prof Dr Nasaruddin Umar MA (Menteri Agama Republik Indonesia) selaku Keynote Speech, Prof Ibrahim Özdemir (Vice President for Academic Affairs, American Islamic College, Chicago, United States), Dr Joseph Lumbard (Associate Professor of Qur’anic Studies, HBKU Qatar) dan Dr Mohd. Nor Adli bin Osman (School of Humanities, Universiti Sains Malaysia).

Tarian pembuka konferensi. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Menurut Prof Fathul Wahid, tema konferensi: Islam, Lingkungan, dan Kecerdasan Buatan mengajak kita untuk terlibat dalam percakapan yang sangat kaya dan mendesak. Tema ini menghubungkan iman, planet dan teknologi yakni 3 dunia yang terkadang dianggap terpisah, namun sebenarnya saling terkait.

Dikatakan, kita sering merayakan teknologi baru seperti kecerdasan buatan karena apa yang dapat mereka lakukan. Namun, pertanyaan yang lebih penting mungkin adalah: apa yang seharusnya mereka lakukan? Dan bahkan lebih dalam lagi: untuk siapa mereka melakukannya?

“Saya percaya bahwa ini bukanlah pertanyaan dengan jawaban yang mudah dan itulah keindahan konferensi ini. Pertemuan ini bukan tentang memiliki semua jawaban yang siap. Ini tentang bertanya pada pertanyaan yang tepat, bersama-sama. Jawaban atau setidaknya, jawaban awal, akan muncul melalui diskusi, debat dan kebijaksanaan bersama Anda selama beberapa hari ke depan.

Tantangan global

Sementara Dr Asmuni, Dekan FIAI UII, menjelaskan latar belakang diadakannya konferensi tersebut. Ia mengatakan, dunia menghadapi tantangan global yang semakin kompleks dan multidimensional, terutama dalam isu perubahan iklim, kerusakan lingkungan dan dampak sosial dan etis dari perkembangan teknologi mutakhir seperti kecerdasan buatan atau yang sering dikenal dengan akal imitasi (AI).

Krisis lingkungan yang ditandai dengan meningkatnya polusi, deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, dan bencana ekologis lainnya, semakin memperparah ketimpangan sosial dan mengancam keberlangsungan hidup umat manusia. Di saat yang sama, kemajuan teknologi digital dan AI seringkali berkembang tanpa kendali etika yang memadai, sehingga menimbulkan persoalan baru terkait privasi, keadilan, dan eksklusi sosial.

Kaitannya dengan konteks ini, menurut Dr Asmuni, muncul kebutuhan mendesak untuk mencari pendekatan yang holistik, etis, dan berbasis nilai untuk menghadapi krisis global tersebut. Islam, sebagai agama yang komprehensif, menawarkan prinsip-prinsip fundamental yang dapat menjadi landasan etika dalam menjawab tantangan zaman.

Baca juga:

Konsep-konsep seperti khalifah (peran manusia sebagai penjaga bumi), tawazun (keseimbangan), adl (keadilan), dan maslahah (kemanfaatan publik) memberikan arah moral dan spiritual dalam menjaga lingkungan serta dalam memanfaatkan teknologi secara bertanggung jawab.

“Keterkaitan antara Islam, lingkungan, dan teknologi bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan membentuk simpul penting dalam wacana keadilan ekologi dan transformasi sosial. Dengan memadukan nilai-nilai keislaman dan pemikiran ilmiah modern, umat Islam memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan dan adil. Oleh karena itu, Konferensi Internasional Ulil Albab (UAICIET 2025) hadir sebagai ruang intelektual yang transdisipliner untuk
mengeksplorasi dan mengkaji hubungan antara Islam, lingkungan, dan teknologi. Melalui ekologis dan sosial berbasis nilai-nilai Islam,” kata Dr Asmuni.

Konferensi yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Agama Islam UII ini dimaksudkan untuk memperkaya khazanah keilmuan di bidang studi Islam, mendorong integrasi nilai-nilai Islam dalam diskusi global terkait lingkungan dan teknologi dan menyediakan platform diskusi lintas budaya dan disipllin, meningkatkan publikasi akademik. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *