Menjangkau yang Belum Sempat Terjangkau, Perlahan Mengejar Ketertinggalan

beritabernas.com – Indonesia merupakan negara yang sangat luas dan memiliki banyak pulau. Pulau terbesar kedua di Indonesia adalah Kalimantan dengan total luas 743. 330 km2 dan jumlah penduduk sekitar 16 juta jiwa, berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2020.

Kalimantan Barat memiliki kabupaten terluas yaitu Kabupaten Ketapang dengan lebih dari 500.000 jiwa dan total luas 31.588 km2 yang mana angka ini hampir setara dengan luas Provinsi Jawa Tengah. Dengan luas kabupaten hampir menyamai luas provinsi, apakah masyarakat Ketapang sudah mendapatkan kesejahteraan? Apakah infrastruktur, gizi dan ilmu pengetahuan sudah mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat di Kabupaten Ketapang?

Sebagai mahasiswa asal daerah Kalimantan Barat tepatnya Kabupaten Ketapang, kami turut prihatin melihat kondisi yang ada di Ketapang. Infrastruktur seperti jalan, jembatan, listrik, pendidikan maupun fasilitas kesehatan, semuanya masih sangat minim dan tidak dapat menjangkau seluruh daerah yang ada di Kabupaten Ketapang. Mungkin di pusat kota memang fasilitas sudah terlihat baik, namun tidak untuk daerah pelosok yang sering kali diabaikan. Sebagai anak yang lahir dan besar di pusat kota, kami buta akan kondisi saudara-saudara yang berada di pedalaman.

Sebuah pengalaman berharga ketika kami sempat mengalami KKN (Kuliah Kerja Nyata) di salah satu desa yang berada di bagian Selatan Kabupaten Ketapang, yang jarak tempuhnya sekitar 6 jam perjalanan darat dari pusat kota. Mata terbuka dan melihat sulitnya kondisi masyarakat di pelosok, dimana hati nurani tergerak untuk memberikan bantuan kecil demi perkembangan masyarakat.

BACA JUGA:

Terbesit di pikiran, “sampai kapan kondisi akan seperti ini? Apakah pemerintah kabupaten selalu tutup mata dan fokus pada kepentingan kelompoknya?” Kondisi masyarakat yang tertinggal, stunting, tingginya angka pernikahan dini dan penggunaan obat-obatan terlarang oleh kaum muda adalah bukti kurangnya peran pemerintah dalam memberikan perhatian, penyuluhan dan ilmu-ilmu yang diperlukan untuk membentuk individu yang bertanggung jawab dan peduli akan masa depan.

Keadaan infrastruktur sangat kacau, jalan tanah rusak dan berlobang, debu ketika kemarau, licin dan becek ketika musim hujan. Pemandangan kendaraan roda empat amblas dan nyangkut di dekapan tanah kuning yang basah bukanlah fenomena asing. Kendaraan roda dua yang slip dan tergelincir dengan pengendara yang bermandikan tanah, sudah menjadi bahan tertawa untuk menutupi rasa kecewa.

Tidak hanya itu, listrik pun tidak tersedia 24 jam, apalagi jaringan internet. Pendidikan juga sangat rendah terbukti dengan tidak banyak sekolah yang berdiri, pun jika ada sekolah, tenaga pendidik juga sangat kurang. Fasilitas kesehatan hanya sebuah bangunan yang berdiri tanpa ada arti, seperti beroperasi namun tidak tahu siapa yang harus dicari. Banyak masyarakat yang lebih memilih untuk pengobatan tradisional seperti pergi ke orang pintar (dukun). Jika kondisinya sudah seperti ini, siapa yang salah?

Berbagai macam program KKN disusun dan dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Sosialisasi kesehatan, pentingnya pendidikan, kenakalan remaja, dampak pernikahan dini, dan bahaya judi online sering kali menjadi program utama mahasiswa untuk anak-anak dan kaum muda. Industri kreatif dan teknologi tepat guna diajarkan kepada warga desa untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan potensi yang ada di daerah.

Sharing ilmu dari mahasiswa dengan berbagai program studi juga dilakukan untuk memotivasi kaum-kaum muda yang memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan tinggi. Bahkan pendataan umat juga dilakukan agar data-data masyarakat tercatat dengan baik. Pendataan ini didorong oleh kondisi masyarakat pedalaman yang masih acuh akan pentingnya data kependudukan dan surat-menyurat.

Tidak jarang masyarakat yang tidak memiliki kartu identitas, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Bukti Perkawinan dan lsebagainya. Beberapa alasan diberikan, seperti hilang, rusak, lupa tempat menyimpannya dan memang ada yang tidak mempunyai karena kesulitan harus mengurus hal-hal tersebut di pusat kota yang jaraknya jauh dan medannya sulit. Memang tidak banyak yang dapat mahasiswa berikan, tetapi setidaknya dapat memberi sedikit dampak positif bagi warga setempat.

Mahasiswa telah bergerak, bahkan 99% dari mereka bukanlah putra-putri daerah. Mereka yang dari luar sudah memberikan sumbangsih untuk Kabupaten Ketapang. Pertanyaannya, kapan pemerintah daerah akan memberikan kepedulian penuh kepada masyarakat pedalaman? Kapan putra-putri daerah mau berjuang demi kemajuan kampung halaman?

Mari membuka mata dan lebih peduli akan kondisi masyarakat yang ada di pelosok. Sulit untuk dijangkau, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Mereka merindukan sapaan dari pemerintah dan jaminan kesejahteraan yang memang menjadi hak mereka. Bangkit!! Kita sudah banyak ketinggalan. (Ditulis oleh: Maria Veronika,Pyar Nuras Lamanau,Yohanes Kafisa, Andreas Chandra dan John Patrick Buan, Mahasiswa Ketapang)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *