Borok Sirekap Sudah Mendunia

 Oleh: Dr KRMT Roy Suryo 

beritabernas.com – Pada Minggu 7/ April 2024 pukul 13.30 WIB akan berlangsung diskusi yang cadas (= keras, laksana batu karang) yang bisa diikuti melalui Kanal YouTube @DirtyElection.

Diskusi ini melibatkan para pakar TI independen seperti Dr I Leony Lidya, Ir Hairul Anas Suaidi, Dr Yudi Prayudi M.Kom dan saya sendiri serta Hasto Kristiyanto, Erick Samuel Paat, Petrus Selestinus dan Kaka Suminta.

Diskusi ini membuka Kotak Pandora bernama Sirekap yang merupakan saksi bisu kejahatan Pemilu 2024. Diskusi diselenggarakan oleh APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia) yang merupakan sinergi dari IA-ITB, TPDI, Perekat Nusantara dan KIPP.

Sebagaimana sudah saya jelaskan tentang background istilah Pandora, memang membawa kita ke mitologi Yunani ketika Epimetheus (saudara dari Prometheus, yang dibenci Zeus karena mencuri Apinya) dihadiahi Guci saat pernikahannya dengan Pandora.

Namun rasa penasaran istrinya tersebut tidak bisa melawan larangan untuk tidak membuka Kotak Pandora yang ternyata berisi semua hal keburukan, misalnya teror, masa tua, rasa sakit, kegilaan, wabah penyakit, keserakahan, pencurian, dusta, kedengkian, kelaparan dan berbagai malapetaka lainnya. Hal yang sangat mirip, kalau tidak mau disebut identik, dengan apa yang terjadi dalam Sirekap ketika dibedah oleh para pakar TI tersebut.

“Bocoran alus” detail isi diskusi tentang Sirekap (Sistem Infornasi Rekapitulasi) Pemilu 2024 hari ini sudah disampaikan dalami tulisan sebelumnya sehingga sekarang akan dibahas mengapa akhirnya APDI sampai pada kegiatan yang akan berlangsung nanti siang tersebut.

Dr KRMT Roy Suryo. Foto: tangkapan layarvideo

Hal ini berawal dari kepedulian anak bangsa terhadap situasi karut-marut pelaksanaan Sirekap mulai awal Januari 2024 (saat aplikasi ini mulai bisa diunduh sebagai Apps), saat pelaksanaan Pemilu hingga proses rekapitulasi suara melalui Sirekap hingga akhirnya (di)berhenti(kan) oleh KPU tanpa alasan yang jelas ada semua di sini.

Bak Pandora yang kaget saat membuka kotak berisi hal-hal jahat tersebut, demikian juga kekagetan masyarakat Indonesia menyaksikan bagaimana teknologi informasi yang sebenarnya sudah sangat maju, dimana saat ini dunia memasuki era Industry 4.0 bahkan Society 5.0, malah di Indonesia teknologi digunakan sebagai alat bantu kecurangan atau kejahatan Pemilu. Sungguh ironis.

Kecanggihan OCR/OMR, pemanfaatan Algoritma, penggunaan JSON-script hingga pemilihan Cloud-Server (di luar negeri)-pun semuanya dimanfaatkan tidak secara positif namun kebalikannya (mirip saat kita membandingkan antara Epimetheus dan Prometheus dalam mitologi Yunani di atas).

Demikian juga kekagetan yang didapatkan saat sehari sebelumnya Sabtu 06/04/24) saat saya diundang dalam forum diskusi internasional melalui zoom-meeting oleh para Diaspora Indonesia yang berasal dari Amerika (puluhan negara bagian), Eropa (beberapa negara), Middle East, Hong Kong, Singapore Taiwan dan Australia, termasuk dari dalam negeri sendiri.

Diskusi internasional yang berjudul Sing Waras Sing Menang” yang diselenggarakan oleh World for Ganjar Mahfud tersebut bahkan dihadiri langsung oleh Capres 03, Mas Ganjar Pranowo, yang juga menyampaikan pandangan di acara Refleksi Pemilu 2024 Lintas Dunia & Doa bersama Lintas Agama episode ke-7 tersebut.

Diawali oleh Priscilla S Santoso yang tinggal di New York dan memutarkan lagu yang sangat menyentuh ciptaan James F Sundah yang dinyanyikan oleh para Diaspora Indonesia yang tinggal di Amerika, kemudian diskusi yang dimoderatori oleh Monica Nathan di Chicago ini langsung mengikuti paparan Si Kotak Pandora Sirekap yang saya bawakan secara komprehensif sejak awal pelaksanaannya hingga diakhiri dengan banyaknya permasalahan kemarin. Sempat mendapatkan respon positif dari Prof Didit Widianto tentang teknis pelaksanaan Sirekap, diskusi berlangsung seru karena berdurasi lebih dari 1 jam dari total keseluruhan selama 120 menit termasuk diskusi.

Mas Ganjar Pranowo yang hadir langsungdalam diskusi internasional melalui Zoom-Meeting memaparkan pandangan dan pengalamannya saat menjadi Anggota DPR hingga Gubernur Jawa Tengah. Dalam pandangannya, kehadiran para Menteri di Sidang MK sangat membawa suasana diskusi menjadi sangat bermakna dan membuka inspirasi semua Diaspora yang hadir. Banyak ide yang kemudian juga disampaikan oleh para Dispora yang masih peduli dengan negara tercinta ini, di antaranya juga akan speak up menyampaikan masukan-masukannya dalam bentuk “Amicus Curiae sebagaimana sudah banyak juga dilakukan sebelumnya oleh berbagai kalangan di Indonesia.

Tentu pandangan dari “mata Indonesia di kancah internasional” ini akan sangat baik melengkapi berbagai masukan yang sudah disampaikan sebelumnya oleh para akademisi, budayawan, seniman, pakarTI dan berbagai kalangan lainnya. Karena haikikat dari Amicus Curiae adalah kepedulian masyarakat yang sebenarnya ingin memberikan masukan positif terhadap apa yang berlangsung dalam lingkungan pengadilan sebagai wujud kecintaannya terhadappermasalahan bangsa tersebut. Mereka yang bisa secara langsung membandingkan pelaksanaan demokrasi di berbagai negara akan sangat berguna bagi perkembangan demokrasi Indonesia.

BACA JUGA:

Hal ini mengingatkan kita pada “kejadian internasional” lain sebelumnya, saat Anggota Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau CCPR Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024.

Dalam Sidang Komite HAM PBB CCPR di Jenewa, Swiss, pada Selasa 12Maret2024 , Ndiaye melontarkan sejumlah pertanyaan terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam pemilu 2024. Ironisnya wakil resmi Indonesia di forum tersebut tampak terdiam dan tidak memanfaatkan kesempatan untuk memberikan tanggapan, sehingga citra Indonesia sama saja diperlakukan secara memalukan di mancanegara.

Oleh karena itu sebagai anak bangsa yang masih peduli nasib negara ini untuk tetap terjaga iklim demokrasinya menyosong era Indonesia Emas 2045 mendatang, saya mengajak masyarakat untuk peduli dan tidak abai akan nasib negara ini. Apa jadinya jika pandangan internasional sudah seperti yang disampaikan oleh Anggota Komite HAM dari Senegal bulan lalu tersebut.

It’s time atau wis wayahe kita harus “cawe-cawe” (dalam artian yg benar, bukan intervensi) akan nasib Indonesia tercinta ini. Para dispora Indonesia sebagaimana forum kemarin sudah peduli, seharusnya -seperti para Akademisi, seniman dan budayawan yang mulai juga bergerak-rakyat harus bersikap, rawat terus kewarasan dan Jangan diam saja. (Dr KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *