Gegara Dibully Bisa Menjadi Penulis

beritabernas.com – Dibully bisa menjadi sesuatu yang tidak mengenakkan. Bully atau perundungan yang diterima seseorang bisa menorehkan luka hati mendalam dan terkadang sulit disembuhkan. Namun ada kalanya perundungan yang diterima, jika disikapi dengan bijak dan postif, justru bisa menjadi pemicu untuk melahirkan karya dan meneguhkan hobinya sebagai seorang penulis.

Hal itulah yang dialami Evi Giasofa dan Oktaviana Sri Rejeki, penulis yang giat menulis karena mengalami perundungan. Kisah keduanya diungkap dalam Workshop Menjadi Pribadi Produktif Menulis dan Bahagia, yang diselenggarakan Komunitas Yuk Menulis (KYM), Komunitas Menulis Buku (KMB), Komunitas Roemah Penulis (KRP) dan Komunitas Indonesia Menulis (KIM) di Rumah Makan Joglo Hasanah, Jalan Wonosari Km 7,5 Banguntapan, Bantul, Minggu 10 September 2023.

Guru dari Piyungan, Bantul,, Evi Giasofa menceritakan, sejak SMP suka menulis. Menurutnya tulisan bisa menjadi media curhat semua yang ada dalam dirinya. Awalnya dia dibully yang membuat kena mental. Bukunya pernah disobek orang, diinjak-injak. Itulah yang membuatnya semangat untuk menulis. Evi punya prinsip berkarya dengan bahagia, terserah orang berkata apa,yang penting menuliskan karya. 

“Saat menjadi guru honorer, banyak yang memandang sebelah mata. Namun saat pembelajarannya dianggap menarik dan dimuat wartawan barulah mulai ada kepercayaan dari orang-orang di sekitarnya,” kenangnya.

Peserta foto bersama usai workshop menulis dengan bahagia, Minggu 10 September 2023. Foto: Istimewa

Oktaviana Sri Rejeki, Guru TK dari Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah juga mulai nenulis karena dibully. Awalnya dia dicibir karena latarbelakangnya bukan orang kependidikan tapi mengajar TK. Perempuan yang akrab dipanggil Bunda Vivin itu lalu kuliah PAUD. Dari pengalamannya mengajar, dia bisa menerbitkan 3 buku solo. 

“Bagi saya, dibully justru menjadi cambuk untuk terus belajar. Herannya lingkungan saya tak mengapresiasi karya saya, justru orang lain di luar sekolah yang mengapresiasi. Syukur pada Tuhan, Oktober besok diberi kesempatan masuk dalam tim yang berangkat ke Jepang,” ungkapnya bahagia.

Guru MAN 1 Kulon Progo, Nur Hidayati, mengisahkan dirinya bergabung di komunitas menulis sejak awal 2020 dengan ikut workshop Cernak. Dari ketekunannya belajar, dari yang semula canggung menulis membuatnya semangat untuk terus menulis. Dipercaya sebagai Duta Literasi di madrasahnya, menjadi editor banyak buku solo maupun antologi. Baginya komunitas sangat penting, karena jika terjadi kendala saat menulis bisa mendapatkan solusi.

Anastia Yuniarti Wadhas Wulan, guru yang mukim di Margoyasan, Yogyakarta mengaku senang bertemu dalam forum para penulis. Karena dengan bertemu dengan teman-teman penulis akan memperoleh energi baru sehingga tumbuh semangat menulis lagi.

Guru SMKN 2 Godean Eti Kustiati berkisah bahwa awalnya sulit berkarya dengan latar belakang sebagai guru Matematika, sulit memunculkan ide. Setelah ada gangguan kesehatan, dirinya disarankan dokter agar menuliskan segala yang pernah dilalui demi kesembuhan. Dari situlah keterusan menekuni dunia tulis menulis.

Sedangkan guru dari Maos Cilacap, Latifah Nur Hidayah mulai suka menulis berawal dari eskul jurnalistik. Saat kuliah, oleh dosennya diminta ikut komunitas menulis. Menurutnya, kesempatan Kopdar/ jumpa penulis membuat semangat lebih giat menghasilkan karya.

Sementara Guru SD Semaken Kalibawang Kulon Progo,Yuni Rochmawati, mulai menulis sejak SMP, pokoknya merasa senang bisa ikut belajar menulis solo maupun antologi.

Sebagai pendatang baru di dunia literasi, Guru SD Jasem Semanu Gunungkidul Tupanto mengaku ingin banyak belajar dari peserta lain agar bisa menghasilkan karya. Dia mengaku masih sebatas sebagai penikmat tulisan tetapi belum menulis. Sehingga kehadirannya untuk mewujudkan mimpiny bisa menghasilkan buku.

Bagi guru Bahasa Jawa yang tinggal di perum Pesona Griya Banguntapan, Kingkin Nurdiana, menulis sudah mendarahdaging. Dengan masuk dalam komunitas bisa membakar semangat menulis. Dirinya menjadi salah satu sebagaian kecil orang, yang berkutat dalam bahasa Jawa.  Itu menjadi senjatanya eksis menulis.

BACA JUGA:

Guru SMAN Dlingo Bantul, Sofa Uffanis turut berbagi kisah, dimana dirinya emngawali menulis dengan menyediakan satu buku khusus tempat menuliskan segala sesuatunya. Dari situlah terkumpul ide yang kemudian ditorehkan menjadi sebuah karya.

Mesti mengaku tidak terampil mengetik di Laptop, namun guru dari Krembangan 2, Panjatan Kulon Progo, Suwartini memiliki banyak karya, termasuk karya tulis untuk kenaikan pangkatnya.

Guru MTsN 3 Bantul Drs Sutanto turut hadir dalam workshop tersebut dalam rangka merawat semangat diri dalam menulis agar tidak padam. Dengan memanfaatkan komunitas menulis dirinya yakin bisa istikomah dalam menulis.

Baginya tak perlu memikirkan orang lain mau menikmati karyanya atau tidak, namun hal yang terpenting, dengan menulis bisa menjadi media menumpahkan gagasan dalam pikirannya dan membuat hatinya bahagia.

“Alhamdulillah, sudah 21 buku solo yang saya buat dalam berbagai genre. Semuanya saya dasari untuk merawat hati agar bahagia. Syukur-syukur orang lain dapat ikut menikmati karya saya,” kata Sutanto.

Di akhir acara disepakati setiap peserta diberi waktu sampai 30 September 2023 menuliskan karya tentang pengalaman dalam menjaga nyala literasi dalam dirinya, sebanyak 5-8 lembar dan endingnya diterbitkan menjadi buku. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *