Guru Besar Ilmu Komunikasi Minta Presiden Konsisten dalam Praktek Komunikasi Publik

beritabernas.com – Sejumlah Guru Besar Ilmu Komunikasi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta, menilai demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Karena itu, mereka menghimbau agar semua pihak yang terlibat atau berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 mengedepankan kesadaran dan tanggung jawabnya dalam menjunjung nilai-nilai demokrasi, etika dan hati nurani.

Penyelenggara Pemilu, partai politik maupun pemilih diharapkan menghasilkan sikap, keputusan dan perilaku yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan Indonesia sebagai bangsa yang demokratis,
berdaulat dan bermartabat.

Hal itu disampaikan Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia dalam pernyataan sikap yang disampaikan pada Rabu 7 Pebruari 2024. Perenyataan sikap bertajuk Seruan Bela Negara, Selamatkan Indonesia ini merupakan lanjutan dari Forum Refleksi Guru Besar Ilmu Komunikasi 2024 di Yogyakarta, pada 31 Januari 2024.

Forum refleksi dengan tema Otoritarianisme Digital dan Matinya Komunikasi di Indonesia melibatkan lebih banyak Guru besar Ilmu Komunikasi, baik yang tergabung dalam grup percakapan WA Guru Besar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) ataupun jejaring individual.

Prof Dr Masduki, Guru Besar Ilmu Komunikasi UII (kiri atas) bersama sejumlah Guru Besar lainnya menyampaikan refleksi dan seruan keprihatinan. Foto: tangkapan layar video

Dalam siaran pers yang diterima beritabernas.com, Rabu 7 Pebruari 2024, Prof Dr Masduki, Guru Besar Ilmu Komunikasi UII, mengatakan, setelah mencermati kondisi sosial politik terkini, para Guru Besar Ilmu Komunikasi yang berasal dari sejumlah perguruan tinggi menyampaikan refleksi dan seruan keprihatinan.

Dikatakan, memasuki tahun 2024, tahun puncak politik elektoral di Indonesia, berbagai persoalan kebangsaan dan komunikasi semakin mengemuka, misalnya menguatnya politik yang dikelola dengan melibatkan media digital, pemakaian tentara digital, merebaknya disinformasi hingga praktek manipulasi konten digital untuk tujuan yang melawan semangat demokrasi substansial.

Muncul fenomena otoriterisme digital, yakni warga digital sebagai warga negara mengalami kekerasan sistemik, yang diorkestrasi baik oleh para pendengung dan politisi di dalam dan di luar kekuasaan politik.
Praktek komunikasi publik para pemimpin politik di musim Pilpres cenderung keruh, tidak mendidik dan memicu konflik sosial di ranah digital.

Pernyataan terbaru Presiden Joko Widodo yang menyebut Presiden boleh partisan, turut berkampanye mendukung paslon memicu keruhnya ruang publik politik. Pernyataan ini menunjukkan konflik komunikasi, karena tiadanya batasan deklaratif yang tegas antara sebagai Kepala Negara dan Kepala
Keluarga dari Cawapres Paslon 2. Amplifikasi media nasional terhadap pernyataan ini dan berbagai aktivitas politik kenegaraan yang menyertainya menyebabkan penumpulan sikap kritis dan memperkuat tendensi pembenaran atas politik dinasti.

BACA JUGA:

Para komunikator hasil survei elektabilitas politik turut bertanggungjawab atas situasi ini karena publikasi data hasil survei yang tidak disertai kajian kritis dapat terjebak partisan. Di lingkungan institusi pendidikan tinggi Ilmu Komunikasi, selama sepuluh tahun terakhir ini, budaya akademik mengalami krisis otonomi, produksi pengetahuan dan lain-lain pasca birokratisasi, menguatnya managerialisme serta mengkerdilkan aktivisme. Ilmu Komunikasi mengalami mati suri, ketika berhadapan dengan tirani politik birokrasi perguruan tinggi dan disrupsi budaya digital.

Gejala ini tidak semata problem kultural pada level individu dosen, akan tetapi problem struktural pasca politisasi perguruan tinggi negeri dan “kapitalisasi” yang berorientasi profit sebagai badan usaha, peminggiran perguruan tinggi swasta sebagai lembaga akademik otonom.

Untuk ini,para Guru Besar Ilmu Komunikasi se Indonesia menghimbau gerakan kolektif akademia untuk keluar dari jebakanme njadi pihak yang bersikap akomodatif terhadap represi ini. Terhadap komunitas akademisi Ilmu Komunikasi di Indonesia, para Guru Besar menilai akademisi Ilmu Komunikasi tidak hanya terbatas memberikan respon perkembangan internal communication scholarship dan situasi eksternal, situasi politik digital yang mengalami otoriterisme secara konstruktif, tetapi mengelola sikap kritis terhadap kondisi struktur politik yang memicu kisruh media digital dan kisruh pada perilaku komunikasi publik secara keseluruhan, yang memberi kesan bahwa akademisi mendukung tirani politik otoriter.

Pada intinya, para Guru Besar Ilmu Komunikasi melihat terjadi kemunduran demokratisasi komunikasi, demokrasi digital dan politik elektoral sebagai keadaan yang saling terkait. Mereka menghimbau semua pihak menyelamatkan negara dari ambang otoriterisme ala Orde Baru.

Setelah mencermati beberapa kondisi di atas yang saling terhubung satu sama lain dan mencermati
kondisi terkini politik elektoral, para Guru Besar Ilmu Komunikasi baik peserta forum refleksi Guru Besar 31 Januari 2024 maupun semua Guru Besar Ilmu Komunikasi secara keseluruhan sebagai anak bangsa,
akademisi dengan moralitas sebagai pijakan, merasa perlu menyampaikan keprihatinan secara
terbuka dan menyampaikan tiga hal.

Pertama, meminta seluruh akademisi Ilmu Komunikasi di seluruh Indonesia menunjukkan sikap bela negara, menyatakan keprihatinan kolektif atas runtuhnya ruang publik komunikasi daring dan luring, media nasional yang kian partisan, serta kematian nalar etis dalam praktek komunikasi publik, praktek survei elektabilitas dan sebagainya.

Lebih jauh agar menggelorakan keprihatinan atas situasi politik secara umum yang mengarah pada
otoriterisme, politik dinasti, yang merusak tatanan keadaban publik dan studi komunikasi politik di perguruan tinggi di masa depan.

Kedua, menuntut Presiden Joko Widodo untuk dapat menunjukkan keteladanan sebagai Kepala Negara, melalui sikap politik dan praktek komunikasi publik yang konsisten dan ajeg pada kaidah etika, untuk mengoreksi pernyataan yang telah memicu kontroversi publik, bekerja berbasis moralitas publik, menjaga politik elektoral yang beretika dengan mengedepankan kepentingan bangsa, bukan kepentingan pribadi, keluarga dan golongan tertentu.

Ketiga, menghimbau agar semua pihak yang terlibat atau berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 mengedepankan kesadaran dan tanggung jawabnya dalam menjunjung nilai-nilai demokrasi, etika dan hati nurani.

Penyelenggara Pemilu, partai politik maupun pemilih diharapkan menghasilkan sikap, keputusan dan perilaku yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan Indonesia sebagai bangsa yang demokratis,
berdaulat dan bermartabat.

Para Guru Besar Ilmu Komunikasi yang menyampaikan pernyataan/seruan adalah:

  1. Prof. Dr. Masduki (Guru Besar Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia)
  2. Prof. Dr. Iswandi Syahputra (Guru Besar Ilmu Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga)
  3. Prof. Dr. Ibnu Hamad (Guru Besar Ilmu Komunikasi, UI)
  4. Prof. Dr. Ana Nadhya Abrar (Guru Besar Ilmu Komunikasi, UGM)
  5. Prof. Dr. Atwar Bajari (Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Unpad Bandung)
  6. Prof. Dr. Eni Maryani (Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Unpad Bandung)
  7. Prof. Dr. Rachmat Kriyantono (Guru Besar Ilmu Komunikasi Univ. Brawijaya)
  8. Prof. Dr. Chafied Cangara (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP UNHAS)
  9. Prof. Lusiana Andriani Lubis, MA, PhD (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP USU)
  10. Prof. Anang Sujoko, S.Sos, M.Si, D.Comm (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP
    Univ. Brawijaya)
  11. Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP USU)
  12. Prof. Dr. Humaizi (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP USU)
  13. Prof. Dr. Suwardi Lubis (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP USU)
  14. Prof. Dr. Tuti Widiastuti (Guru Besar Ilmu Komunikasi, Universitas Gunadarma)
  15. Prof. Dr. Dian Wardiana Sjuchro (Guru Besar Ilmu Komunikasi, Unpad Bandung)
  16. Prof. Dr. Suwatno (Guru Besar Ilmu Komunikasi, UPI Bandung)
  17. Prof. Dr. Lely Arrianie (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP UNAS)
  18. Prof. Dr. Henri Subiakto (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP UNAIR). (lip)

There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *