beritabernas.com – Lawyer dan Analis Politik Saiful Huda Ems mengatakan, sesungguhnya kemiskinan dan penderitaan masyarakat kecil bukan karena takdir, melainkan karena adanya penguasa yang melahap hak-hak mereka. Penguasa menempatkan amanat rakyat tidak di hati dan di pikiran, tapi di bawah nafsu kerakusan dan ketamakan hidup mereka.
“Kalian boleh diam sesuka hati melihat ketidakadilan, namun jika nurani kemanusiaan kalian masih hidup, haqul yakin hati kalian pasti akan menangis melihat penderitaan orang-orang lemah yang tak mendapatkan keadilan,” kata Saiful Huda Ems.
BACA JUGA:
- Buka Puasa Bersama Pemulung, Walikota Yogyakarta Hasto Wardoyo: Anda Adalah Pejuang Kebersihan
- Forum Komunikasi Rakyat Penggerobak Sampah jadi Mitra Pemerintah Atasi Masalah Sampah
Menurut Saiful Huda, siapa pun boleh mati-matian membela penguasa yang diyakini benar, namun jika nalar berpikir masih hidup dan dihadapkan dengan berbagai realitas sosial, dimana begitu banyak terjadi kesenjangan antara kehidupan hedonis penguasa dan rakyat kelas bawah yang hidup susah, maka haqul yakin kalian akan berbalik arah untuk menjadi pembela orang-orang lemah.
Saiful Huda mengaku mempergunjingkan kesalahan orang memang tergolong ghibah yang dosanya sangat besar, namun jika yang dipergunjingkan itu penguasa atau pejabat negara, maka mengkritisi mereka yang menyimpang, hukumnya adalah fardlu ain alias wajib.
“Ingat, Agama hadir tidak untuk membodohkan orang, tidak untuk menumpulkan rasa simpati dan empati terhadap penderitaan orang, melainkan justru untuk menajamkan nalar berpikir dan menghidupkan jiwa kemanusiaan manusia. Karena fakta membuktikan tidak semua manusia memiliki jiwa kemanusiaan, bahkan kadang yang dimiliki adalah jiwa kebinatangan,” kata Saiful Huda.

Karena itu, sangat tidak logis dan tidak rasional, bila banyak rakyat yang hidupnya sangat susah karena tekanan beban ekonomi yang sangat berat, lalu kita membiarkan begitu saja penguasa atau para pejabat negara hidup berfoya-foya, bergelimang harta yang didapat dari hasil melahap hak-hak rakyat miskin dan tidak mendapatkan keadilan.
“Itulah alasannya mengapa saya harus terus menerus (nyaris tiap hari) menulis opini politik dan mengkritisi penguasa, serta mengirimkan tulisan-tulisan itu ke para pejabat negara (para menteri/wakil menteri) serta ke tokoh-tokoh masyarakat (Ulama, Pendeta, Pastor, Bikhu, Ketum-Ketum Parpol, Advokat, Pengusaha dll.) yang saya miliki no kontak (handphone)nya, kata Saiful Huda,
Saiful mengaku mengirim tulisan-tulisan itu ke ratusan WA Group,teman-teman jurnalis dan lain-lain bukan bermaksud untuk menggurui, namun sekedar berusaha untuk mengingatkan betapa kita semua, sebagai manusia yang terdidik harus bertanggung jawab terhadap keadaan bangsa dan negara ini. (lip)