Mahfud MD: Vonis PN Jakarta Pusat Harus Dilawan Secara Hukum

beritabernas.com – Menkopolhukam Mahfud MD menilai putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan sebuah partai atas gugatan terhadap KPU merupakan sensasi yang berlebihan.

Putusan PN Jakarta Pusat itu, menurut Mahfud MD, bisa memancing kontroversi yang dapat mengganggu konsentrasi karena bisa saja ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar.

“Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN . Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yg bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” kata Mahfud MD dikutip beritabernas.com dari akun instagramnya.

Karena itu, Mengkopolhukam Mahfud MD mengajak KPU agar naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. “Kalau secara logika hukum KPU pasti menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut,” kata Mahfud MD.

Ada beberapa alasan yang mendasari Mahfud MD yakin KPU akan memenangkan banding. Pertama, sengketa terkait proses, administrasi dan hasil pemilu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri.

BACA JUGA:

“Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN,” kata Mahfud MD.

Menurut Mahfud MD, PRIMA sudah kalah sengketa di Bawaslu dan di PTUN. Itu merupakan penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Sementara jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). “Itu pakemnya,” kata Mahfud MD.

Pakar Hukum Tata Negara ini mengatakan, dalam hal ini pengadilan umum tidak punya kompetensi. Perbuatan melawan hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu.

https://www.instagram.com/mohmahfudmd/

Kedua, menurut Mahfud MD, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU, penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.

Ia memberi contoh, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.

Ketiga, kata Mahfud MD, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. “Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU,” kata Mahfud MD seraya menambahkan (keempat) bahwa penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan hanya bertententang dengan UU tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.

“Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” kata Mahfud MD. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *