Oleh: Ben Senang Galus
beritabernas.com – Kaum muda Indonesia adalah masa depan bangsa. Karena itu, setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa atau pun yang sudah menyelesaikan pendidikan adalah aktor-aktor penting yang sangat diandalkan untuk mewujudkan cita-cita pencerahan kehidupan bangsa kita di masa depan.
The founding fathers Indonesia telah meletakkan cita-cita, dasar-dasar dan tujuan kebangsaan sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Dalam upaya mewujudkan cita-cita itu, tentu banyak permasalahan, tantangan, hambatan, rintangan dan bahkan ancaman yang harus dihadapi. Masalah-masalah yang harus kita hadapi itu beraneka ragam corak dan dimensinya. Banyak masalah yang timbul sebagai warisan masa lalu, banyak pula masalah-masalah baru yang terjadi sekarang atau pun yang akan datang dari masa depan kita.
Dalam menghadapi aneka persoalan tersebut, selalu ada kecemasan, kekhawatiran atau bahkan ketakutan-ketakutan sebagai akibat kealpaan atau kesalahan yang kita lakukan atau sebagai akibat hal-hal yang berada di luar jangkauan kemampuan kita, seperti karena terjadinya bencana alam atau karena terjadinya krisis keuangan di negara lain yang berpengaruh terhadap perekonomian kita di dalam negeri.
Dalam perjalanan bangsa kita selama 116 tahun terakhir sejak kebangkitan nasional, selama 96 tahun terakhir sejak sumpah pemuda, selama 79 tahun terakhir sejak kemerdekaan, ataupun selama 26 tahun terakhir sejak reformasi, telah banyak kemajuan yang telah kita capai, tetapi masih jauh lebih banyak lagi yang belum dan mesti kita kerjakan. Saking banyaknya permasalahan yang kita hadapi, terkadang orang cenderung larut dalam keluh kesah tentang kekurangan, kelemahan, dan ancaman-ancaman yang harus dihadapi yang seolah-olah tidak tersedia lagi jalan untuk keluar atau solusi untuk mengatasi keadaan.
Lebih-lebih selama 5 tahun terakhir ini, demikian banyak bencana yang datang bertubi-tubi, baik karena faktor alam maupun karena faktor kesalahan manusia. Kasus korupsi atau gratifikasi yang melibatkan hakim Mahkamah Agung mencapai triliunan rupiah, yang sangat memalukan lembaga yang disebut sebagai penegak hukum. Sangat memalukan!
BACA JUGA:
Belum lagi masalah pengangguran, upah buruh yang tidak layak, masalah penimbunan BBM di NTT yang melibatkan aparat kepolisian. Polisi yang membongkar kasus ini, malah dipecat dari keanggotaannya. Segala jenis bencana tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian rakyat di seluruh Indonesia.
Tidak boleh pesimis
Dalam kondisi demikian, kita dituntut untuk menemukan jalan keluar, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Kita tidak boleh bersikap pesimis, sehingga seakan-akan kehilangan semua kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Pesimis apa lagi putus asa sesungguhnya hanya akan menjauhkan kita dengan keberhasilan yang kita inginkan, demikianlah Hasan Al Banna pernah mengatakan dalam bukunya Lesson from the Future (2001), tomorrow is a matter of choice…today, you hold the power in your hands. Today, more than ever, the future belongs to you! Just one question…are you ready for it?
Dalam mengembangkan perannya, kaum muda Indonesia perlu mengasah kemampuan reflektif dan kebiasaan bertindak efektif. Perubahan hanya dapat dilakukan karena adanya agenda refleksi (reflection) dan aksi (action) secara sekaligus.
Daya refleksi kita bangun berdasarkan bacaan baik dalam arti fisik melalui buku, menulis apa yang Anda lihat, bacaan virtual melalui dukungan teknologi informasi maupun bacaan kehidupan melalui pergaulan dan pengalaman di tengah masyarakat. Makin luas dan mendalam sumber-sumber bacaan dan daya serap informasi yang kita terima, makin luas dan mendalam pula daya refleksi yang berhasil kita asah. Karena itu, faktor pendidikan dan pembelajaran menjadi sangat penting untuk ditekuni oleh setiap anak bangsa, terutama anak-anak muda masa kini, yang disebut generasi Z.
Di samping kemampuan reflektif, kaum muda Indonesia juga perlu melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak, mempunyai agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam arti yang nyata. Kemajuan bangsa kita tidak hanya tergantung kepada wacana, public discourse, tetapi juga agenda aksi yang nyata. Jangan hanya bersikap “NATO”, No Action, Talk Only seperti kebiasaan kaum politikus yang duduk di kursi empuk di Senaya. Kaum muda masa kini perlu membiasakan diri untuk lebih banyak bekerja dan bertindak secara efektif daripada hanya berwacana tanpa implementasi yang nyata.
Hal lain yang juga perlu dikembangkan menjadi kebiasaan di kalangan kaum muda kita ialah kemampuan untuk bekerja teknis, detil atau rinci. The devil is in the detail, bukan semata-mata dalam tataran konseptual yang bersifat umum dan sangat abstrak. Dalam suasana sistem demokrasi yang membuka luas ruang kebebasan dewasa ini, gairah politik kaum muda sangat bergejolak. Namun, dalam wacana perpolitikan, biasanya berkembang luas kebiasaan untuk berpikir dalam konsep-konsep yang sangat umum dan abstrak.
Pidato-pidato, ceramah-ceramah, perdebatan-perdebatan di ruang-ruang publik biasanya diisi oleh berbagai wacana yang sangat umum, abstrak dan serba enak didengar dan indah dipandang. Akan tetapi, semua konsep-konsep yang bersifat umum dan abstrak itu baru bermakna dalam arti yang sebenarnya, jika ia dioperasionalkan dalam bentuk-bentuk kegiatan yang rinci.
Pemuda perintis perubahan
Pemuda atau mahasiswa sama-sama diidentikkan dengan pioneers of change (perintis perubahan). Kata-kata perubahan selalu menempel dengan erat sekali sebagai identitas para anak muda atau mahasiswa yang juga dikenal sebagai kaum intelektualitas muda. Dari mahasiswalah ditumpukan besarnya harapan, harapan untuk perubahan dan pembaharuan dalam berbagai bidang yang ada di negeri ini. Tugasnyalah melaksanakan dan merealisasikan perubahan positif, sehingga kemajuan di dalam sebuah negeri bisa tercapai dengan membanggakan.
Peran sentral perjuangannya sebagai kaum intelektualitas muda memberi secercah sinar harapan untuk bisa memperbaiki dan memberi perubahan-perubahan positif di negeri ini. Tidak dipungkiri, bahwa perubahan memang tidak bisa dipisahkan dan telah menjadi sinkronisasi yang mendarah daging dari tubuh dan jiwa para generasi muda atau mahasiswa. Dari pemuda dan mahasiswalah selaku pewaris peradaban munculnya berbagai gerakan-gerakan perubahan positif yang luar biasa dalam lembar sejarah kemajuan sebuah bangsa dan negara.
Sejarah telah menorehkan dengan tinta emas, bahwa pemuda khususnya mahasiswa selalu berperan dalam perubahan di negeri kita, berbagai peristiwa besar di dunia selalu identik dengan peran mahasiswa di dalamnya.
- Pilkada: Respublika Menjadi Urusan Kekuatan Gelap dari Sebuah Republik Gelap
- Demokrasi Pancasila: Menafsirkan Kembali Ideologi Negara di Era Kontemporer
Gerakan perjuangan Mahasiswa Indonesia tidak boleh berhenti sampai kapan pun, gerakan perjuangan mahasiswa saat ini tidak hanya dengan bergerak bersama-sama untuk berdemonstrasi dan berorasi di jalan-jalan saja, akan tetapi wahai para pioneer of change, cobalah untuk bertindak bijak dengan intelektualisme, idealisme, dan keberanian mu untuk bisa senantiasa menanamkan ruh perubahan yang ada dalam dirimu untuk bisa memberi kebaikan dan berperan besar serta bertanggung jawab untuk memberikan kemajuan bangsa dan Negara Indonesia, sehingga seperti Hasan al Banna katakan “goreskanlah catatan membanggakan bagi umat manusia”.
Mahasiswa telah terbukti selalu menjadi pelopor dalam sejarah suatu Bangsa. Pada konteks Indonesia, pengalaman empirik juga membenarkan sekaligus mempertegas realitas tersebut. Catatan sejarah memperlihatkan bahwa dengan kemahirannya dalam menjalankan fungsi sebagai Intellectual Organic, mahasiswa telah berhasil menumbangkan rezim Orde Baru dan menghantarkan Indonesia ke dalam suatu era yang saat ini sedang bergulir, yakni: “Orde Reformasi“.
Namun pada sisi yang lain, fakta juga membuktikan bahwa sampai dengan saat ini, mahasiswa Indonesia belum mampu untuk mendongkel antek-antek Orde Baru, para koruptor, para mafia dari jajaran elite kekuasaan sampai ke desa-desa. Padahal sudah menjadi rahasia umum, bahwa kehadiran mereka di situ untuk menutupi segala kebobrokan kolektif yang telah mereka lakukan di masa lalu.
Dengan kenyataan yang demikian, maka tidaklah mengherankan apabila proses reformasi masih tersendat-sendat dan belum dapat berjalan secara linear. Menurut Sebastian de Grazia (1966 : 72-74), kondisi seperti ini secara cepat atau lambat, otomatis akan menimbulkan suatu situasi anomie yang kuat di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Bertolak dari argumen di atas, maka mahasiswa dituntut/diharapkan dapat terjun ke arena politik dalam rangka mengawal seluruh agenda reformasi, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil di dalam kemakmuran dan makmur di dalam keadilan secara demokratis. Akan tetapi, yang menjadi persoalannya adalah bagaimanakah seharusnya mahasiswa berpolitik….??? Dan aksi politik yang bagaimanakah yang harus dilakukan oleh mahasiswa….?
Sebelum menjawab kedua pertanyaan di atas, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa istilah politik dalam tulisan ini dipahami sesuai dengan konsep berpikirnya Antonio Gramsci, sehingga di sini politik didefinisikan sebagai aktivitas pokok manusia di mana manusia dapat mengembangkan kapasitas dan potensi dirinya, (Roger Simon, 1999 : 136).
Jika definisi di atas diejawantahkan dalam bentuk aksi, maka mahasiswa dapat berpolitik dalam dua pengertian, yakni, pertama, berpolitik dalam arti konsep (Concept). Di sini mahasiswa secara individual maupun kelompok, harus mengajukan gagasan, pikiran, solusi atau interpretasi mengenai apa yang menjadi kehendak dari mayoritas rakyat. Kedua, berpolitik dalam arti kebijakan (Belied). Di sini mahasiswa sebagai kelompok harus menjadi Pressure Groups yang memperjuangkan aspirasi rakyat, dengan cara mempengaruhi orang-orang yang memegang kebijakan ataupun yang menjalankan kekuasaan, dari luar sistem kekuasaan.
Apabila mahasiswa berpolitik dalam artian yang pertama, maka mahasiswa dituntut untuk benar-benar memahami cara berpikir ilmiah, yaitu teratur dan sistematik. Sedangkan apabila mahasiswa berpolitik dalam arti kebijakan (Belied), maka mahasiswa harus betul-betul mengetahui posisi individu dalam kehidupan bernegara, posisi konstitusi dalam kehidupan bernegara, posisi negara dalam menjalin relasi dengan warganya, konstelasi politik terkini dan menguasai manajemen aksi. Pada tataran ideal, mahasiswa seharusnya berpolitik dalam arti konsep (Concept) maupun dalam arti kebijakan (Belied) secara bersamaan. Ini berarti, mahasiswa harus berpolitik sebagai politisi ekstra perlementer.
Kepemimpinan pemuda untuk Indonesia masa depan
Sebagai generasi pelanjut, kita menginginkan sebuah perubahan yang mendasar, perubahan yang komprehensif dan substantif, meliputi seluruh bidang kehidupan dan sisi normatif bagi seluruh masyarakat. Bukan sekadar perubahan yang sifatnya parsial dan hanya menjadi solusi sesaat, yang pada akhirnya akan kembali melahirkan masalah-masalah baru. Seperti utang negara kita kepada negara asing yang sedemikian besar hingga mencapai angka miliiaran triliun, mereka mengatakan ini adalah sebuah solusi padahal utang-utang itu akan menjadi beban bagi generasi muda di masa depan.
Dalam mewujudkan perubahan ini, memang dibutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak, baik itu pemerintah, praktisi, ilmuwan, dan masyarakat sipil (civil cociety) termasuk di dalamnya para pemuda yang sedianya bersungguh-sungguh dalam melakukan perubahan. Seorang pemuda diharapkan mampu berperan aktif sebagai kekuatan moral (moral force), kontrol sosial (social control), pioneer change dalam segala aspek pembangunan nasional.
Saya kira hal inilah yang menjadi salah satu tantangan bagi para pemuda masa kini yang sering disebut sebagai calon pemimpin bangsa masa depan. Pemuda yang di maksud adalah mahasiswa yang sedianya dikenal sebagai kalangan intelektual. Mahasiswa merupakan tingkatan di mana seseorang itu telah mampu menemukan jati diri atau pematangan diri. Sehingga pada tahapan ini proses pendidikan atau wawasan yang diterima sangat menentukan bagi masa depan mereka.
Selanjutnya bagaimana pemuda-pemuda ini mampu tampil sebagai seorang pemimpin di masa depan. Tentu hal mendasar yang harus diupayakan adalah melatih dan menanamkan karakter kepemimpinan mulai dari sekarang. (Ben Senang Galus, Penulis buku “Kuasa Kapitalis dan Matinya Nalar Demokrasi”, tinggal di Yogyakarta)
There is no ads to display, Please add some