beritabernas.com – Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Universitas Muhammdiyah Yogyakarta (UMY) mengutuk keras intimidasi yang dilakukan pada redaksi Tempo berupa pengiriman kepala babi yang ditujukan kepada salah satu wartawanTempo dan host siniar Bocor Alus Politik (BAP) Francisca Christy Rosana.
Prodi Ilmu Komunikasi UMY juga menegaskan sikap bahwa pihaknya bersama Tempo dan mendukung penuh aktivitas jurnalisme Tempo yang berpihak kepada kepentingan publik dan memberikan ruang kepada kelompok lemah untuk ‘bersuara’ melalui pemberitaan media.
“Kami menyerukan kepada pihak berwajib untuk lebih proaktif dalam menangani dan menuntaskan kasus-kasus intimidasi kepada media serta jurnalis agar ruang aman bagi jurnalisme Indonesia tercipta sepenuhnya,” tulis Prodi Ilmu Komunikasi UMY dalam pernyataan sikap yang ditandatangani Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UMY Dr Fajar Junaedi MSi yang diterima beritabernas.com, Jumat 21 Maret 2025.
Prodi Ilmu Komunikasi UMY juga mendukung media untuk senantiasa melakukan kerja jurnalistik yang independen, objektif dan profesional sebagai wujud pilar keempat demokrasi dengan terus melakukan pengawasan kepada lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif melalui pemberitaan.
“Kami mengajak masyarakat untuk terus mendukung dan mengkonsumsi karya jurnalistik berkualitas demi menciptakan suasana bisnis media yang kompetitif, sehat dan berpihak pada kepentingan publik termasuk kelompok marginal dan rentan serta upaya-upaya penegakan demokrasi,” kata Dr Fajar Junaedi.
Menurut Fajar Junaedi, pernyataan sikap ini disampaikan sebagai bentuk tanggung-jawab moral dan akademis atas kesadaran pentingnya menjaga media yang bebas dari tekanan. Sebab, menurut Fajar, bangsa ini dengan berbagai krisis dan gelombang protes yang ditujukan kepada elit politik, membutuhkan media yang dapat menyuarakan aspirasi publik dan memberikan tekanan kepada penguasa agar sesuai dengan prinsip demokrasi yang mengutamakan check and balance, menghargai kebebasan berpendapat dan akal sehat.
BACA JUGA:
- Anggota DPR RI Yulius Setiarto Mengecam Keras Aksi Teror Terhadap Jurnalis Tempo
- Civitas Akademika UII dan UGM Kompak Tolak Revisi UU TNI, Rektor: Indonesia Punya Sejarah Kelam
- Anggota DPR RI Yulius Setiarto: Hormati Undang-Undang dan Kode Etik Advokat
“Media adalah salah satu medium bagi publik untuk mendapatkan informasi dan ruang diskursus yang penting agar akal sehat itu terus terjaga. Dengan demikian merawat media tetap independen dan objektif adalah tugas kita semua,” kata Fajar.
Kekuatan keempat
Fajar Junaedi mengatakan bahwa media merupakan entitas yang penting sekaligus sebagai kekuatan keempat (fourth estate) untuk mengawal pelaksanaan demokrasi dalam sebuah negara. Karena itu, kondisi-kondisi yang merepresi media termasuk jurnalis tidak bisa dilihat sebagai situasi yang insidental belaka; dan sangat tidak dibenarkan.
Dikatakan, tindakan represi terhadap media, tidak hanya mengancam kemerdekaan pers namun juga mencederai demokrasi. Jika situasi ini dibiarkan terus maka akan menjadi preseden buruk tidak hanya bagi media namun juga seluruh bangsa Indonesia.
“Untuk itu, kami sebagai akademisi Ilmu Komunikasi yang concern terhadap kelangsungan demokrasi di Indonesia termasuk ruang bermedia dan kebebasan berpendapat melihat bahwa pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo adalah hal yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Hal ini merupakan ancaman terbuka bagi media dalam melakukan aktivitas jurnalisme yang seharusnya bisa dilakukan dengan aman tanpa tekanan dari pihak manapun. Aktivitas jurnalistik dilindungi UU Pers No 40 tahun 1999 sehingga harus bebas dari teror dan intimidasi dari pihak manapun,” kata Fajar Junaedi.
Hal lain yang meresahkan, menurut Fajar, adanya fakta bahwa ancaman terbuka kepada jurnalis Tempo ini bukanlah yang pertama kali. Beberapa waktu lalu, Hussein Abri Dongoran juga mendapatkan intimidasi yang dilakukan oleh pihak tak dikenal berupa pelemparan batu ke arah mobil sehingga mengakibatkan kerusakan.
Data AJI juga menunjukkan bahwa kekerasan kepada wartawan sepanjang tahun 2024 tercatat 73 kasus mulai dari kekerasan fisik hingga non-fisik. Bahkan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak pernah diusut tuntas dalam kerangka menegakkan keadilan dan demokrasi.
Artinya, menurut Fajar Junaedi, vakumnya intervensi pihak berwajib dalam penanganan kasus intimidasi kepada jurnalis sangat berpeluang membuat kasus serupa terjadi di masa mendatang. (*/lip)