Dr Nanik Prasetyoningsih: Perlu Segera Mengajukan Judicial Review Terhadap UU TNI

beritabernas.com – Pakar hukum tata negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr Nanik Prasetyoningsih MH mengatakan bahwa judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi langkah yang perlu segera dilakukan untuk menguji kesesuaian UU TNI dengan konstitusi.

Sebab, menurut Dr Nanik Prasetyoningsih MH, revisi Undang-Undang TNI atau RUU TNI yang sudah disahkan oleh DPR RI pada Kamis 20 Maret 2025 menimbulkan kekhawatiran terkait potensi dominasi militer dalam pemerintahan sipil.

“Harus segera diajukan judicial review untuk memastikan apakah UU TNI sesuai dengan konstitusi atau tidak,” ujar Dr Nanik Prasetyoninghsih saat ditemui pada Jumat 21 Maret 2025.

Meski RUU TNI telah disahkan, menurut Nanik, judicial review merupakan jalan damai yang dapat ditempuh masyarakat untuk menyalurkan ketidakpuasan. Ia menekankan bahwa pengajuan judicial review tidak perlu menunggu hingga undang-undang berdampak negatif secara langsung.

“Kita tidak perlu menunggu hingga undang-undang tersebut melanggar hak-hak sipil untuk mengajukan judicial review. Selama terdapat potensi pelanggaran hak-hak tersebut secara konstitusional, seperti dengan adanya perluasan Operasi Militer Selain Perang, maka itu sudah cukup untuk mengajukan pengujian RUU TNI ke MK. Dan siapapun, termasuk masyarakat, dapat melakukan permohonan judicial review,” tegasnya.

BACA JUGA:

Nanik juga mengkritik proses pengesahan UU TNI yang dinilai minim transparansi. Menurutnya, pola kerja “silent operation” yang dilakukan DPR dalam pengesahan sejumlah undang-undang kontroversial seperti UU Cipta Kerja dan UU IKN kembali terulang.

“Sayangnya, DPR kembali mengulangi pola pengesahan secara tertutup. Seharusnya, proses pembentukan undang-undang ini memenuhi asas partisipasi publik yang baik,” tandas Nanik.

Dengan judicial review, Nanik berharap munculnya keputusan yang lebih adil dan berlandaskan konstitusi demi menjaga prinsip supremasi sipil dan demokrasi di Indonesia.

Menurut Nanik, dominasi militer yang semakin kuat akan memperlemah struktur pemerintahan sipil dan mengancam supremasi sipil sebagai sistem kontrol masyarakat terhadap militer. Ia memperingatkan bahwa potensi gaya pemerintahan militeristik akan mengikis prinsip-prinsip demokrasi.

“Pemerintahan yang militeristik ini tidak sesuai dengan spirit demokrasi, karena akan semakin membatasi keterlibatan masyarakat dalam menentukan kebijakan. Padahal kita tahu bahwa demokrasi yang ideal adalah yang dibangun dari bawah ke atas, di mana pemerintah menjalankan mandat dan masyarakat yang menentukan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah,” kata Nanik.

Nanik juga menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan antara TNI dan lembaga sipil, termasuk Polri, terutama dalam keamanan dan ketertiban masyarakat. Dengan diperluasnya lingkup Operasi Militer Selain Perang (OMSP), TNI berpotensi terlibat dalam tugas-tugas penegakan hukum seperti pemberantasan narkoba dan kejahatan siber.

Ia khawatir bahwa peran ganda ini akan membuka celah penyalahgunaan kekuasaan militer di ranah sipil. “Ada risiko besar terjadinya penyalahgunaan wewenang. TNI yang sejatinya bertugas menjaga pertahanan negara bisa terjebak dalam ranah sipil yang bukan wewenangnya,” kata Nanik. (*/lip)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *