Oleh: Andreas Chandra
beritaabernas.com – Membaca adalah salah satu kegiatan yang sangat penting dalam pembentukan intelektual dan karakter seorang siswa. Begitu pula di sekolah kita, yang menjadikan membaca sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.
Namun, di balik upaya memupuk kebiasaan membaca tersebut, sering kali muncul pertanyaan yang lebih mendalam: apakah kegiatan membaca yang ada di sekolah kita benar-benar mampu menggugah minat dan meningkatkan kualitas pemahaman siswa terhadap dunia, atau justru sekadar rutinitas yang menuntut siswa untuk sekadar “membaca” tanpa makna yang mendalam?
Membaca seharusnya lebih dari sekadar aktivitas menelan informasi. Secara ideal, membaca harusnya menjadi proses pencerahan, yang membuka jendela dunia bagi setiap siswa. Di sekolah kita, materi bacaan yang diberikan biasanya berfokus pada buku pelajaran atau bacaan yang relevan dengan kurikulum. Meskipun ini penting untuk mendukung pembelajaran, kita sering kali lupa untuk memperkenalkan ragam jenis bacaan yang dapat merangsang imajinasi dan kreatifitas siswa. Buku-buku fiksi, karya sastra, atau artikel-artikel ilmiah yang melampaui batas kurikulum, bisa menjadi sumber inspirasi yang memperkaya wawasan mereka.

Namun, dalam kenyataannya, banyak siswa yang membaca sekadar untuk memenuhi tugas atau ujian, bukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam atau merasakan kesenangan dalam membaca. Akibatnya, banyak yang hanya membaca dengan tujuan yang terbatas tanpa merenungkan isi bacaan tersebut. Proses ini tentu saja merugikan, karena tujuan utama membaca yang sebenarnya adalah membuka cakrawala baru, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan meningkatkan daya kritis.
Sekolah kita, dengan segala usahanya, telah berupaya menyediakan berbagai bahan bacaan yang disesuaikan dengan materi pelajaran. Namun, sering kali ada ketimpangan dalam cara kita mendekati kegiatan membaca. Buku teks yang monoton dan terkadang membosankan lebih dominan dibandingkan dengan teks yang lebih bersifat eksploratif dan kreatif. Hal ini mungkin saja menciptakan jarak antara siswa dengan buku, sehingga kebiasaan membaca bukanlah sesuatu yang dinikmati, melainkan suatu kewajiban yang harus dipenuhi.
Penting untuk diakui bahwa membaca bukan hanya tentang memperoleh informasi, melainkan tentang bagaimana informasi tersebut bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia yang terus berkembang ini, akses terhadap informasi semakin mudah, namun tantangan terbesar adalah bagaimana siswa bisa memilah, menganalisis, dan menginterpretasi informasi yang mereka peroleh.
Kegiatan membaca yang terlalu terfokus pada materi pelajaran tanpa diimbangi dengan pemahaman konteks lebih luas, pada akhirnya akan memengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa.
Menumbuhkan minat membaca
Lantas, bagaimana cara kita menumbuhkan minat membaca yang sesungguhnya di kalangan siswa? Salah satu jawabannya adalah dengan mengubah paradigma dalam memandang membaca. Membaca tidak hanya sekadar membaca teks, melainkan bagaimana siswa dapat berinteraksi dengan teks tersebut secara kritis. Siswa harus diajak untuk menganalisis dan mengkritisi apa yang mereka baca, bukan hanya menerima begitu saja informasi yang ada. Ini tentu membutuhkan pendekatan yang lebih dinamis dari sekadar menugaskan bacaan dari buku teks yang terbatas.
Sekolah kita perlu memberikan ruang bagi siswa untuk memilih bacaan yang sesuai dengan minat mereka. Dengan memberi kebebasan kepada siswa untuk memilih buku yang mereka sukai, kita dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan ketertarikan mereka terhadap dunia literasi. Kegiatan seperti klub buku, diskusi sastra, atau bahkan workshop penulisan kreatif bisa menjadi wadah yang efektif untuk menumbuhkan minat membaca yang lebih mendalam.
BACA JUGA:
- Menulis: Jalan Sunyi Menembus Dunia
- Kemampuan Menulis Terwujud Ketika Seseorang Berani Memulai dan Konsisten Terus Menulis
- Peran Generasi Muda dalam Pembangunan Negara yang Berkualitas
Selain itu, membaca juga bisa menjadi kegiatan sosial yang interaktif. Kita bisa memanfaatkan teknologi untuk menciptakan ruang diskusi virtual atau kegiatan membaca bersama yang melibatkan siswa dari berbagai kelas. Pembelajaran yang kolaboratif seperti ini memungkinkan siswa untuk bertukar pandangan dan mendalami makna dari apa yang mereka baca. Pembelajaran semacam ini tidak hanya membuat membaca menjadi lebih menyenangkan, tetapi juga membantu siswa memahami sudut pandang yang berbeda dari teman-teman mereka.
Melalui diskusi atau debat tentang buku atau artikel yang telah dibaca, siswa diajak untuk melatih kemampuan berpikir kritis dan mengungkapkan pendapat secara rasional. Ini akan membantu mereka mengembangkan keterampilan komunikasi yang penting di dunia nyata. Dengan begitu, membaca bukan hanya sekadar menjadi kegiatan individual, tetapi juga kegiatan sosial yang memperkaya interaksi antar siswa.
Tak kalah penting adalah peran guru dalam membimbing siswa dalam kegiatan membaca. Guru bukan hanya sebagai pemberi tugas atau pengawas kegiatan membaca, tetapi juga sebagai fasilitator yang dapat menciptakan atmosfer yang menyenangkan untuk membaca. Guru yang menginspirasi dan menunjukkan antusiasme dalam membaca dapat menularkan semangat yang sama kepada siswa. Membaca harus diajarkan dengan cara yang membuat siswa merasa terlibat dan terhubung dengan materi yang mereka baca.
Dengan segala upaya ini, membaca di sekolah kita tidak lagi menjadi kegiatan yang kaku dan terpaksa. Sebaliknya, membaca dapat menjadi jendela dunia yang memandu siswa menuju pemahaman yang lebih luas, membuka jalan untuk berkreasi, berpikir kritis, dan memperkaya hidup mereka dengan pengetahuan yang tak terbatas. Ini adalah tujuan sejati dari membaca yang harus terus kita usahakan dalam setiap langkah pendidikan di sekolah kita. (Andreas Chandra, Mahasiswa FH UAJY)