Rektor UII Prof Fathul Wahid: Kebijakan Negara pada Riset Masuk Jebakan Ekslusi

beritabernas.com – Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD menilai sampai level tertentu kebijakan diambil negara terhadap riset selama ini sudah masuk dalam jebakan ekslusi. Artinya, ketika riset tidak
langsung memberikan dampak pada komersialisasi produk, maka riset dianggap tidak berdampak.

“Kalau kita berani untuk jujur, tampaknya sampai level tertentu, kebijakan diambil negara saat ini sudah masuk dalam jebakan ini. Semuanya seakan sempurna dan selesai jika bisa diukur dengan materi atau uang,” kata Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD dalam sambutan pada acara penyerahan SK Mendikbud Ristek tentang kenaikan jabatan akademiki profesor/guru besar kepada 2 dosen UII di Gedung Kuliah Umum Prof Sardjito Kampus Terpadu UII, Jumat 6 Oktober 2023.

Rektor UII Prof Fathul Wahid menyerahkan SK Guru Besar kepada Prof Ilya Fadjar Maharika (kanan) disaksikan oleh Kepala LLDikti Wilayah V DIY Prof Arif Junaidi (kiri). Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Dua gur besar baru UII yang menerima SK dari Mendikbud Ristek RI tersebut adalah Prof Dr Zaenal Arifin MSi dan Prof Dr-Ing Ir Ilya Fadjar Maharika MA IAI. Penyerahan SK dilakukan oleh Kepala LLDikti Wilayah V DIY Prof drh Aris Junaedi PhD.

Menurut Prof Fathul Wahid, pragmatisme atau paham yang melihat manfaat praktikal dalam mengukur dampak riset memang menjadi yang cukup dominan saat ini. Ini memang tidak salah, tetapi akan menjadi membuka ruang diskusi ketika hal tersebut dianggap satu-satunya pilihan.

“Saya membayangkan kolega di disiplin filsafat, sejarah, sosiologi, studi agama, akan “mati gaya” di depan rezim pola pikir seperti ini,” kata Prof Fathul Wahid.

Dikatakan, salah satu kritik yang sering dialamatkan kepada perguruan tinggi selama ini adalah terkait dengan dampak riset. Bahkan diskusi ini sudah membentang sekian dekade di komunitas akademik. Tidak ada kesepakatan tunggal dalam konseptualisasinya karena memang seharusnya demikian, ketika demokrasi sehat masih hidup di dunia akademik.

BACA JUGA:

Menurut Prof Fathul Wahid, dampak bukan konsep yang sederhana, kecuali bagi mereka yang suka menyederhanakan masalah karena terlalu percaya diri (overconfidence) yang salah satunya disebabkan oleh paparan informasi yang kurang. Ini adalah salah satu kecohan dalam berpikir (logical fallacies) (Bazerman, 2002).

Kecohan berpikir yang terlalu percaya diri ini menjangkiti banyak orang, tidak hanya kalangan awan, tetapi juga komunitas terdidik, termasuk profesor. Indikasinya beragam, termasuk kecenderungan pola pikir dikotomis dan linier untuk konteks masalah yang melibatkan banyak variabel. Dampak riset yang tidak bisa dilepaskan dari relevansinya merupakan salah satu contohnya (Toffel, 2016).

Konseptualisasi bisa berangkat dari beragam titik pijak. Bisa jadi, pendekatan riset yang berbeda mengharapkan dampak yang berbeda. Periset yang beraliran positivist, interpretivist, contructivits, realist, critical atau bahkan performative mempunyai imaji dampak yang berbeda (Greenhalgh et al.,
2016).

Rektor UII Prof Fathul Wahid menyerahkan SK Guru Besar kepada Prof Zaenal Arifin (kanan) disaksikan oleh Kepala LLDikti Wilayah V DIY Prof Arif Junaidi (kiri). Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

“Konseptualisasi dampak riset akan berpengaruh pada banyak hal, termasuk di antaranya kebijakan, filosofi dasar, hasil yang dibayangkan, sampai dengan konstekstualiasi hasil. Implikasi berlaku untuk dua sisi, sebagai payung untuk inklusi atau pagar eksklusi. Jika tidak dipahami dengan hati-hati, maka ada
jebakan di sana,” kata Prof Prof Fathul Wahid.

Pro Fathul memberi ilustrasi. Ketika dampak dikonseptualisasi terbatas sebagai komersialisasi, maka semua aktivitas yang menghasilkan produk komersial dipastikan sebagai riset yang berdampak. Bahkan, bisa jadi, aktivitas tersebut bukan riset dalam definisi normatif akademik. Mungkin aktivitas tersebut termasuk dalam kelas desain rutin atau konsultasi dan bukan riset desain karena tanpa kontribusi kepada pengembangan ilmu pengetahuan. Ini adalah contoh jebakan inklusi.

Sementara di sisi lain, menurut Prof Fathul Wahid, meski juga harus dipahami, untuk menjadi berdampak, tidak semua aktivitas harus dikemas dalam riset. Di sisi lain, ada juga jebakan eksklusi yakni ketika riset tidak langsung memberikan dampak pada komersialisasi produk, riset dianggap tidak berdampak. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *