beritabernas.com – Hamparan padi yang sudah menguning di persawahan Padukuhan Tanen, Kalurahan Hargobinagun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, DIY menjadi tempat bagi 85 siswa dan 6 guru pendamping SMP Kolese Kanisius Jakarta untuk menggelar upacara tradisi Wiwitan, Kamis 23 Mei 2024.
Acara tersebut dilaksanakan para siswa bersama warga setempat. Tradisi Wiwitan merupakan ritual tradisional Jawa sebagai wujud terima kasih dan rasa syukur kepada bumi dan Dewi Sri atau Dewi Padi yang telah menumbuhkan padi hingga menumbuhkan bulir-bulir beras yang berisi. Wiwitan berasal dari kata wiwit dalam bahasa Jawa, berarti mengawali panen padi.
Sejak pagi, suasana semarak terlihat di salah satu pendopo milik warga padukuhan Tanen. Aktivitas kolaborasi antar generasi, yakni masyarakat perkotaan seperti Jakarta dengan masyarakat pedesaan begitu terasa. Mereka saling berbaur mempersiapkan beragam uba-rampe pendukung Wiwitan, yang belum banyak dikenal masyarakat metropolitan. Hingga membagi peran dalam prosesi serta berlatih gamelan diperagakan begitu runut dan tertata. Semua dilakukan dalam waktu relatif singkat.
Jelang sore, prosesi Wiwitan dimulai. Arak-arakan diawali penari yang memerankan Dewi Sri, disusul tarian cucuk lampah, bergodo, pembawa tumpeng, sesaji, pembawa memedi sawah dan pembawa cangkul hingga barisan warga yang turut hadir dalam perhelatan tersebut. Diiringi suara khas gamelan pengiring arakan. Perjalanan menuju persawahan pun menjadi prosesi yang menjadi perayaan bersama.
Momentum Wiwitan tersebut menjadi puncak kegiatan Ekskursi SMP Kolese Kanisius Jakarta gelombang kedua bertajuk Merajut Budaya Merawat Semesta, yang berlangsung dari 21 hingga 24 Mei 2024. Sejumlah materi bertopik Ekologi dan Budaya pun menjadi menu selama para siswa menjalani ekskursi. Mulai dari turun ke sungai untuk mengidentifikasi kualitas air, melakukan inventarisasi tanaman sayur dan pohon buah yang ada di seputaran Omah Petroek, Pakem. Mereka juga berkesempatan mengalami langsung peristiwa Wiwitan panen padi.
Salah satu guru pendamping Yohanes Sumarsono mengapresiasi kegiatan ekskursi kali ini. “Dalam ekskursi gelombang kedua ini, para siswa diajak untuk mensyukuri kehidupan secara langsung. Ini akan sangat menarik dan berkesan bagi para siswa kami. Mereka mengalami peristiwanya langsung dan ikut melakukannya. Bahkan dilibatkan dalam persiapan semua rangkaian acara,” kata dia.
Seperti disampaikan siswa kelas IX-5 Albertus Marvel Gunawan (15) yang merasa senang bisa merasakan aliran air sungai yang berhulu langsung di Gunung Merapi, Yogyakarta. “Ini pengalaman yang seru. Kegiatan meneliti langsung di sungai menggunakan metode biotilik ini baru pertama saya praktekkan. Setahu saya meneliti itu hanya di ruang laboratorium. Ternyata bisa juga dilakukan di ruang terbuka,” ujarnya.
BACA BERITA TERKAIT:
- Bersama Warga Tanen, Puluhan Siswa SMP Kolese Kanisius Jakarta Menggelar Merti Umbul
- SMP Kolese Kanisius Jakarta Melakukan Ekskursi Lingkungan dan Budaya di Omah Petroek
Sementara siswa kelas IX-6 Kevan Baswaraputra Yusgiantoro (15) sangat terkesan dengan upacara tradisi Wiwit. Ia kebagian tugas untuk mengecat caping bertema budaya. “Ini sangat mengesankan. Baru pertama saya alami. Di sini saya mengenal hal baru. Yang jelas bersyukur bisa ikut wiwitan padi dan ikut makan bareng di persawahan,” terang Kevan.
Pengalaman unik juga dirasakan Nicholas Thaddeus Tarunadjaja (15). Siswa kelas IX-4 ini mengaku, upacara tradisi Wiwitan ini unik. Ia pun merasa bangga bisa ikut dari bagian dari upacara Wiwitan. Menurutnya, upacara tradisi Wiwitan ini bisa sebagai penghargaan bagi petani yang tetap gigih petani merawat padi.
“Kita jadi lebih sadar. Kita harus tetap mendukung usaha petani yang terus mengusahakan pangan bagi negeri ini. Saat ini saya baru bisa mendoakan agar petani sejahtera. Besok kalau sudah besar akan memberi bantuan pada petani Indonesia agar tetap semangat merawat pangan nusantara,” kata dia.
Saat memberikan refleksi malam di hadapan para siswa, Budayawan Romo GP Sindhunata SJ mengatakan, ini sebuah pengalaman yang sungguh berharga bagi para siswa. Mereka dan kita semua diajak merasakan hidup yang sangat sederhana dengan masyarakat desa.
“Semoga menjadi kenangan. Masih banyak orang yang berkekurangan. Dan justru alam ini mengakrabkan kita dengan warga desa. Pohon-pohon ini memberi oksigen, maka harus kita rawat dan kita jaga. Persaudaraan dibentuk karena alam yang terjaga baik. Peristiwa Wiwitan panen padi mengajak kita menyadari kesederhanaan petani yang terus mengusahakan pangan untuk kita semua,” kata Romo Sindu.
Dalam kegiatan ekskursi kali ini bertepatan dengan peringatan Waisak, sehingga para peserta diajak untuk berdoa bersama di depan patung Budha yang berada di komplek Omah Petroek. Berlanjut dengan menikmati pementasan wayang kulit dengan dalang Ki Purwaka yang mengangkat lakon Merti Kali Pelang.
Seluruh rangkaian kegiatan ekskursi ditutup dengan misa yang dipimpin Direktur Kampus Ministry Kolese Kanisius Jakarta Alexander Koko Siswijayanto, SJ dengan homilinya mengangkat tentang persahabatan. (ag irawan)
There is no ads to display, Please add some