beritabernas.com – Coffee Morning Lecture (CML) edisi kedelapan yang diadakan di Selasar Hall FTSP UII, Rabu 29 Oktober 2025 mengangkat tema tentang Bangun Deso: Melihat Perubahan Wajah Desa untuk Sumber Penghidupan yang Berkelanjutan.
Tema ini diangkat dimaksudkan agar bersama-sama merefleksikan arah pembangunan pedesaan di Indonesia yang kini mengalami transformasi besar akibat modernisasi, pembangunan infrastruktur, dan pengaruh budaya urban.
Menurut Prof Dr.Ing.Ar Ilya Fadjar Maharika MA IAI, Dekan FTSP UII, acara Coffee Morning Lecture (CML) yang diadakan sejak tahun 2023 dan saat ini merupakan yang kedelapan kalinya, menjadi ruang diskusi ilmiah yang terbuka bagi masyarakat luas untuk mempertemukan gagasan lintas disiplin dalam membahas isu-isu aktual pembangunan dan keberlanjutan.
Forum ini menghadirkan para pemangku kepentingan dari kalangan pemerintah, akademisi, dan komunitas untuk bersama-sama merefleksikan arah pembangunan pedesaan di Indonesia yang kini mengalami transformasi besar akibat modernisasi, pembangunan infrastruktur, dan pengaruh budaya urban.
Prof Ilya Fadjar Maharika mengatakan tema ini diangkat karena posisi desa sangat penting sebagai ruang hidup yang tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi juga subjek pengetahuan dan inovasi. “Kita sering memandang desa dari kacamata urban, seolah desa harus meniru kota untuk maju. Padahal, masa depan keberlanjutan Indonesia justru bergantung pada kemampuannya menjaga nilai, kemandirian, dan ekologi pedesaan,” ujar Prof Ilya.

Melalui Coffee Morning Lecture ini, menurut Prof Illya, FTSP UII ingin menghadirkan ruang akademik yang tidak elitis. “Diskusi seperti ini adalah bentuk nyata keterlibatan universitas dalam menghidupkan kembali semangat triple helix: sinergi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat untuk membangun desa yang tangguh dan berdaya,” katanya.
Sementara Dr Muhammad Roudo ST MPP PhD, Direktur Perdesaan, Daerah Afirmasi dan Transmigrasi, Kementerian PPN/Bappenas, sebagai salah satu narasumber, mengatakan, arah kebijakan pembangunan desa yang inklusif dan berkelanjutan sangat penting.
“Desa bukan hanya ruang administratif, melainkan ruang ekologi dan sosial yang menentukan wajah pembangunan nasional. Tantangan kita sekarang adalah bagaimana mengubah logika pembangunan desa dari sekadar pembangunan infrastruktur menjadi pembangunan kapasitas manusia dan lingkungan hidup desa itu sendiri,” kata Dr. Roudo.
Ia menambahkan bahwa Bappenas terus memperkuat kebijakan berbasis data dan kolaborasi lintas sektor agar desa dapat menjadi episentrum ekonomi hijau di masa depan.
Sementara Vira Maya Permatasari, Ketua Paguyuban Eco Sae Migunani, nara sumber lainnya, berbagi pengalaman dari lapangan tentang praktik pembangunan desa berbasis komunitas dan ekologi. Ia mengatakan, pihaknya belajar dari petani, perempuan dan anak muda desa bahwa perubahan tidak harus
datang dari luar. Ketika warga diberi ruang untuk menentukan arah penghidupan mereka, maka muncul inovasi lokal yang luar biasa.
Baca:
- Coffee Morning Lecture, Upaya FTSP UII Menepis Kesan Perguruan Tinggi sebagai Menara Gading
- Dari Coffee Morning Lecture FTSP UII, 5 Isu Utama Terkait Penyediaan Rumah di Indonesia
- Dari Coffee Morning Lecture FTSP UII, Penataan Kampung di Perkotaan Perlu Kolaborasi
Menurut Vira, pendekatan eco-social entrepreneurship yang menumbuhkan keseimbangan antara keberlanjutan ekonomi dan kelestarian lingkungan di desa sangat penting.
Diskusi semakin kaya dengan kehadiran 3 penanggap dari pusat studi di lingkungan FTSP UII. Ir Fajriyanto MT dari Pusat Studi Desa dan Kota FTSP UII, menyoroti bahwa pembangunan desa memerlukan pendekatan spasial yang peka terhadap dinamika sosial dan budaya.
“Desa memiliki lanskap sosial yang unik. Pembangunan fisik tidak bisa dilepaskan dari konteks sosialnya. Jika tidak, desa bisa kehilangan identitas, bahkan makna kebersamaannya,” ujar Fajriyanto.
Sedangkan Pradipta Nandi Wardhana ST M.Eng dari Pusat Studi Banjir dan Kekeringan FTSP UII, menambahkan bahwa aspek tata air dan risiko iklim sering kali terabaikan dalam perencanaan desa.
“Desa-desa di dataran tinggi dan hilir menghadapi risiko bencana hidrometeorologi yang berbeda. Konsep pembangunan desa berkelanjutan harus berbasis pada pengelolaan sumber daya air yang adaptif dan terintegrasi,” kata Pradipta.
Sementara Ir Luqman Hakim ST MSi dari Center for Environmental Technology Study FTSP UII, menekankan pentingnya teknologi tepat guna dan kolaborasi lintas disiplin untuk memperkuat
ekonomi hijau pedesaan. “Teknologi tidak selalu berarti mesin besar dan canggih. Inovasi kecil yang relevan dengan konteks desa justru bisa menjadi solusi paling berkelanjutan,” tutur Luqman.

Ketua Pelaksana CML #8 Ikrom Mustofa S.Si MSc menjelaskan bahwa forum ini dirancang bukan hanya sebagai kegiatan rutin, tetapi sebagai ruang pembelajaran sosial dan kolaboratif. “CML ini kami niatkan sebagai wadah berbagi gagasan lintas generasi dan disiplin. Kami ingin FTSP UII menjadi kampus yang hidup bersama masyarakatnya-tempat bertemunya ide-ide teknis, sosial, dan budaya untuk kemajuan desa,” ungkap Ikrom.
Ia menambahkan bahwa ke depan, hasil diskusi akan dirangkum menjadi rekomendasi kebijakan dan
rencana kolaborasi lanjutan antara FTSP UII, pemerintah dan komunitas desa. Harapan ke depan
melalui CML #8 ini, FTSP UII berharap dapat memperkuat peran perguruan tinggi sebagai penghubung
antara ilmu pengetahuan dan kehidupan nyata masyarakat. Forum seperti ini menjadi bukti bahwa
universitas tidak hanya mencetak sarjana, tetapi juga memelihara dialog sosial tentang masa depan
bangsa.
“Kita ingin melihat desa bukan sebagai ruang yang tertinggal, tetapi sebagai ruang tumbuh. Dari desa, kita belajar tentang keberlanjutan, solidaritas, dan kebijaksanaan lokal,” kata Prof Ilya dalam pernyataan penutup.
Dengan semangat itu, Coffee Morning Lecture FTSP UII akan terus hadir sebagai forum ilmiah terbuka-menyatukan para pemangku kepentingan dalam satu meja kopi, untuk bersama-sama membangun
masa depan yang lebih berkelanjutan. (phj)
There is no ads to display, Please add some