Dinilai Menambah Parah Kemacetan, ISRI Tolak Wacana Sistem Suttle Bus di Yogyakarta

beritabernas.com – Antonius Fokki Ardiyanto S.IP, Ketua Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI) Kota Yogyakarta secara tegas menolak sistem suttle bus di Kota Yogyakarta karena hal itu justru akan menambah kemacetan yang lebih parah.

Bila sistem suttle bus diterapkan maka jumlah kendaraan suttle akan semakin banyak. Selain itu, kendaraan suttle akan diparkir dimana. Logika sederhana dengan kapasitas satu bus 50 orang maka dibutuhkan 10 kendaraan sutlte untuk mengangkut mereka.Betapa semakin ruwetnya jalanan di kota. Ini baru 1 bus.

BACA JUGA:

Hal ini disampaikan Antonius Fokki Ardiyanto S.IP, Ketua Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI) Kota Yogyakarta, menanggapi wacana yang disampaikan Ketua Komisi C DPRD Kota Yogyakarta dari Fraksi Golkar Bambang Seno Baskoro di beberapa media. Menurut wacana itu, untuk mengurai kemacetan di Kota Yogyakarta perlu diterapkan sistem suttle bus. Dalam sistem ini, bus-bus pariwisata besar berhenti di Terminal Giwangan lalu penumpang/wisatawan diangkut kendaraan-kendaraan kecil untuk masuk ke kota.

“Sistem suttle bus dengan kendaraan-kendaraan kecil malah menimbulkan kemacetan yang lebih parah saat liburan karena jumlah kendaraan sutle semakin banyak. Pertanyaan selanjutnya adalah kendaraan-kendaraan sutle mau parkir dimana? Logika sederhana dengan kapasitas satu bus 50 orang maka dibutuhkan 10 kendaraan sutle untuk mengangkut mereka. Itu baru 1 bus. Dengan banyak bus maka dibutuhkan semakin banyak kendaraan kecil sehingga betapa semakin ruwetnya jalanan kota dengan sistem suttle 1 bus,” kata Fokki Ardiyanto yang juga mantan Anggota DPRD Kota Yogyakarta dari PDI Perjuangan ini.

Kendaraan di Jalan Solo-Jogja dari arah timur (Klaten) menuju Jogja (kiri) adat bahkan macet pada Selasa 1 April 2025. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Sebagai organisasi sarjana yang berwatak marhaenisme, ISRI berpandangan bahwa untuk mengatasi kemacetan atau kepadatan lalu-lintas, maka perlu dilakukan beberapa langkah. Pertama, tertiblah berlalu lintas dan rekayasa trafik perjalanan bus pariwisata ke kantong kantong parkir yang sudah disiapkan dan sesuaikan dengan tujuan obyek wisata.

Kedua, jalan sepanjang Malioboro dijadikan sebagai kawasan tidak bermotor full 24 jam termasuk bentor. Yang boleh masuk hanya transportasi umum seperti bus Trans Jogja, andong dan becak listrik. Ketiga, membangun sistem transportasi lokal sesuai dengan Perda yang sudah disahkan DPRD periode 2014-2019.

Fokki berharap, ketika kebijakan diambil secara komprehensif maka persoalan kemacetan di Kota Yogyakarta di saat libur panjang seperti libur Idul Fitri dapat terurai dan wisatawan bisa menikmati suasana Kota Yogyakarta yang penuh keguyuban dan cita rasa seni serta kebudayaan yang adiluhung seperti lagu Yogyakarta Katon Bagaskara. (lip)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *