Sindiran Presiden Jokowi dalam Pidato Kenegaraan Menohok Parpol dan Capres Tertentu

beritabernas.com – Pidato kenegaraan Presiden Jokowi dalam sidang MPR RI pada Rabu 16 Agustus 2023 sangat istimewa. Betapa tidak, mengawali pidatonya, Presiden Jokowi menyindir parpol dan capres tertentu yang menjadikan Presiden sebagai tameng, alibi atau paten-patenan (Bahasa Jawa).

Sindiran yang disampaikan Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan itu sekaligus sebagai ajang klatifikasi atas berbagai isu dan tuduhan yang ditujukan kepada dirinya selama ini.

Menurut Presiden Jokowi, saat ini kita sudah memasuki tahun politik. Suasananya sudah hangat-hangat kuku. Bahkan sedang tren di kalangan politisi dan partai politik, setiap ditanya soal siapa Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres), jawabannya, “Belum ada arahan dari Pak Lurah.”

“Saya sempat berpikir, siapa “Pak Lurah” ini. Sedikit-sedikit kok Pak Lurah. Belakangan saya tahu, yang dimaksud Pak Lurah ternyata saya. Saya jawab saja, saya bukan lurah, saya Presiden Republik Indonesia.
Ternyata Pak Lurah itu kode,” kata Presiden Jokowi yang disambut tawa peserta sidang.

Kepala Negara pun menegaskan bahwa ia bukan ketua umum partai politik, bukan juga ketua koalisi parpol. Dan sesuai ketentuan undang-undang, yang menentukan capres dan cawapres adalah partai politik dan koalisi partai politik. “Jadi saya mau bilang, itu bukan wewenang saya. Bukan wewenang Pak Lurah,” tegas Presiden Jokowi lagi-lagi disambut tawa oleh peserta sidang.

Presiden Joko Widodo. Foto: Twitter@jokowi

Presiden Jokowi mengaku paham bahw sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan paten-patenan (Bahasa Jawa), dijadikan alibi, dijadikan tameng. Bahkan, walau kampanye belum mulai, fotonya banyak dipasang di mana-mana.

“Saya ke Provinsi A, ada, ke Kota B, ada, ke Kabupaten C, ada. Sampai ke tikungan-tikungan di desa, ada juga. Tapi, bukan foto saya sendirian. Ada yang di sebelahnya bareng Capres. Tidak apa-apa. Boleh-boleh saja,” kata Presiden Jokowi.

Tidak senyaman yang dipersepsikan

Menurut Presiden Jokowi, posisi Presiden tidak senyaman yang dipersepsikan. Ada tanggung jawab besar yang harus diemban. Ada banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan. Dengan adanya media sosial seperti sekarang ini, apapun bisa sampai ke Presiden, mulai dari masalah rakyat di pinggiran sampai kemarahan, ejekan, bahkan makian dan fitnah bisa dengan mudah disampaikan.

BACA JUGA:

“Saya tahu, ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Firaun, tolol. Saya
tidak masalah. Sebagai pribadi, saya menerima saja,. Tapi, yang membuat saya sedih, budaya santun dan budi pekerti luhur bangsa ini tampak mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia,” kata Jokowi.

Namun, Presiden mengaku bahwa tidak semua seperti itu. Karena itu melihat mayoritas masyarakat juga sangat kecewa dengan polusi budaya tersebut. Cacian dan makian yang ada justru membangunkan nurani bangsa untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik, bersatu menjaga mentalitas masyarakat, sehingga kita bisa tetap melangkah maju, menjalankan transformasi bangsa menuju Indonesia
Maju, menuju Indonesia Emas 2045.

Dikatakan bahwa Indonesia saat ini punya peluang besar untuk meraih Indonesia Emas 2045, meraih posisi menjadi negara 5 besar kekuatan ekonomi dunia. Tidak hanya peluang tapi strategi untuk
meraihnya sudah ada, sudah dirumuskan. Tinggal apakah kita mau memfokuskan energi kita untuk bergerak maju atau justru membuang energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif, yang memecah belah, bahkan yang membuat kita melangkah mundur. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *